Senin, 14 Januari 2019

Resensi Novel Orang - Orang Proyek

Judul Buku    : Orang - Orang Proyek
Pengarang      : Ahmad Tohari
Penerbit         : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit  : Cetakan Kedua 2015

Sinopsis :
 Novel ini menceritakan tentang pembangunan fasilitas publik yaitu jembatan yang diawasi oleh Kabul. Kabul adalah seorang lulusan Teknik Sipil dari salah satu universitas di Jogja.

Kabul mengharapkan proyek jembatan ini berjalan dengan lancar tanpa ada masalah agar hasil yang di dapatkan bisa maksimal dan jembatan bisa bertahan lama. namun satu persatu masalah pun muncul menghambat jalannya proyek.

Masalah pertama yang muncul ketika proyek itu dikerjakan adalah ketika  Partai Golongan Lestari Menang (GLM) menginginkan supaya proyek itu bisa selesai ketika HUT partai GLM. Tidak hanya itu, Dana untuk membangun jembatan itu harus dibagi dua dengan acara HUT itu. Tidak hanya Kabul yang dibuat pusing, Basar  sang kepala desa yang satu almamater dengan Kabul juga pusing karena hal itu.

Masalah selanjutnya pun mulai muncul. Kang Martasatang, seorang  tukang rakit untuk menyebrang sungai yang sebentar lagi akan hilang pekerjaan nya karena adanya jembatan itu. Dia mempunyai seorang anak yang bernama Sawin. Sawin bekerja di proyek itu. Namun sudah beberapa hari dia menghilang.

Kang Martasatang menganggap sawin telah dijadikan tumbal, Karena wircumplung berbicara kepada Martasatang  bahwa pada selasa kliwon kemarin sawin telah dijadikan tumbal oleh Kabul. Keesokannya wircumplung menyuruh Kang Martasatang pergi ke proyek untuk bertemu Kabul dan meminta tiang beton yang di cor pada selasa kemarin dibongkar. Ketika sampai di kantor proyek, Kang Martasatang bertemu Kabul dan menanyakan apakah benar sawin telah dijadikan tumbal. Ketika mendengar hal itu Kabul merasa ingin marah tetapi geli.

Kabul menjelaskan kepada Martasatang bahwa tidak mungkin benda lunak seperti manusia masuk kedalam coran karena jika ada benda lunak seperti  coran akan tidak sempurna. Kang Marta tidak percaya begitu saja oleh omongan Kabul. Dia meminta bukti, yaitu membongkar kembali coran.
Satu hari setelah kejadian itu Sawin kembali ke rumah. Dia menceritakan kemana saja selama 6 hari itu. Dia pergi ke Jatibarang, Jawa Barat untuk mencari rumah sonah, namun tidak ketemu. Ternyata rumah Sonah berada di Jatibarang, Brebes, Jawa Tengah. Hal itu membuat pembicaraan selama berhari hari di proyek.

Masalah berikutnya pun muncul. Ketika Kabul mengobrol dengan Pak Tarya, Datang seseorang berjaket GLM bernama Baldun. Dia mengaku sebagai panitia pembangunan masjid. Dia meminta bantuan dana dari proyek jembatan yang tengah diawas Kabul. Kabul menjelaskan bahwa hanya bisa membantu ketika proyek sudah selesai. Kemudian Baldun menjelaskan bahwa pembangunan masjid akan diresmikan bersamaan dengan peresmian jembatan dan HUT GLM. Akhirnya jalan yang diambil adalah menjual sisa – sisa besi beton, bekas kertas semen yang dikumpulkan, dan dijual lalu uangnya disumbangkan ke Baldun.

Kabul merasa ingin pergi dari proyek yang dijalaninya. Dia merasa takut kalau ternyata proyek yan dijalaninya hanya bisa bertahan satu-dua tahun saja. Tetapi dia juga merasa takut karena lari dari tanggung jawabnya.

Kabul menerima perintah dari atasannya untuk memasang balok jembatan ketika dereknya telah sampai, namun Kabul menolaknya karena pengecoran tiang belum selesai dan ada kecacatan pada balok . Namun atasan tetap bersikeras ingin memasang balok ketika Derek sampai.

Kabul diberitahu oleh atasan bahwa Derek yang digunakan untuk memasang balok terperosok ke parit di daerah Cirebon.Hal ini tentu membuat Kabul senang, dan hal ini langsung dipakai oleh Kabul  memesan kembali balok untuk menggantikan balok yang cacat.

Dengan dua mesin derek di sebrang sungai pemasangan balok-balok jembatan selesai dalam lima hari. Hal ini membuat Kabul lega karena sesuai dengan rencana nya dan sesuai dengan standar. Pekerjaan berikutnya adalah membuat lantai dan pagar pengaman jembatan. Atasan menyuruh Kabul untuk menambah tukang dan kuli agar bisa di resmikan pada saat HUT GLM. Tetapi Kabul tidak merasa yakin dalam 52 hari proyek akan selesai, karena pada saat itu sedang musim hujan, jadi mutu pasir juga turun.  Tidak hanya dibuat pusing masalah pasir, atasan mengirim truk tronton yang isinya besi beton bekas jembatan di jalan pantura. Kabul bersikeras tidak ingin memakai besi bekas itu, Namun atasan juga kekeuh menyuruh Kabul memakai besi itu.
Keesokannya Atasan dating bertemu Kabul untuk membicarakan tentang pembuatan lantai jembatan. Kabul ingin pembuatan lantai jembatan dibuat dengan besi dan pasir yang bagus, sedangkan atasan menginginkan pembuatan lantai jembatan menggunakan bahan seadanya supaya cepat selesai sebelum acara HUT GLM.  Kabul terus merasa tertekan hingga akhirnya dia memutuskan keluar dari proyek ini. 

Jam tiga sore Kabul telah berberes dan berpamitan kepada seluruh tukang, ibu warung, asisten, dll. Kabul pergi ke rumah biyung untuk berisitirahat sementara.

Hari ini adalah HUT GLM. Semua warga, petinggi partai, bupati, camat, kades telah berada di jembatan yang baru rampung dikerjakan. Pada akhirnya jembatan ini pun diresmikan oleh peinggi partai GLM. Setelah peresmian ada konvoy melintasi jembatan itu. Mulai dari motor, truk besar-kecil, hingga kendaraan proyek pun ikut. Disini Kabul melihat dari jarak jauh. Kabul merasa cemas apakah jembatan yang dibuatnya kuat atau tidak. Dan hingga kendaraan terakhir jembatan itu masih beridiri dengan kokohnya. Hal ini membuat Kabul tersenyum bahagia.
Akhir Desember 1992 Kabul mendapat pekerjaan di kontraktor swasta untuk mebangun sebuah gedung di Cirebon. Libur akhir tahun ingin dinikmatinya ke rumah biyung bersama Wati yang telah dinikahinya sebulan yang lalu.


Untuk mencapai rumah biyung dari Cirebon, Kabul harus melewati sungai Cibawor yang dulu di garapnya. Ketika ia sampai di dekat sungai Cibawor ada tulisan “jembatan rusak” dan menunjukan jalan alternatifnya. Kabul memaksa untuk maju hingga sampai di jembatan yang dulu dia kerjakan. Dia melihat lantai  jembatan jebol dan aspal retak sepanjang jembatan. Tetapi pondasi dan tiang tiang masih kokoh berdiri. Rasa kecewa, malu, sedih, dan marah tak bisa dihindarkannya dan membuat kepala Kabul pening. Akhirnya Kabul kembali ke mobil dan berpikir apakah banyak Proyek yang bernasib sama dengan jembatan sungai Cibawor.


Resensi atau Ringkasan ini ditulis oleh salah satu penulis blog ini yaitu M. Rizky Kemal, seorang siswa SMA DHARMA KARYA. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar